Reading Report : Morfologi



Diajukan untuk memenuhi tugas  Matakuliah Kapita Selekta pada Program Doktoral Linguistik  Universitas Padjadjaran dengan Dosed Pengampu  Prof. Dr. Dudih A Zuhud

Oleh

Nama : Iis Kurnia Nurhayati, S.S.,M.Hum

NPM : 180130140014

 

 

 

MORFOLOGI

(1)       Definisi

Morfologi adalah bidang linguistik yang mempelajari susunan bagian-bagian kata secara gramatikal.Tambahan “secara gramatikal” dalam definisi ini mutlak, karena setiap kata juga dapat dibagi atas segmen yang terkecil yang disebut fonem itu, tetapi fonem-fonem tidak harus berupa morfem. Misalnya, kata Medan terdiri atas lima fonem, tetapi kata itu sendiri atas satu morfem saja. Contoh analisa morfologis, dalam bahasa Inggris kita temukan proses morfemis. Misalnya, push ‘dorong’, pushes, pushing, pusher, pushers.

(2)       Morfem bebas dan terikat; dasar dan imbuhan, kontinu dan diskontinu

Morfem lazimnya dibedakan sebagai morfem bebas (free morpheme) dan morfem terikat (boud morpheme). Morfem bebas dapat “berdiri sendiri”, yaitu bisa terdapat sebagai suatu “kata”, sedang morfem terikat tidak terdapat sebagai kata tetapi selalu dirangkaikan dengan satu atau lebih morfem yang lain menjadi satu kata. Misalnya kata cinta, makan, dan satu adalah morfem bebas, sedangkan ber- atau  memper- terdapat hanya sebagai bagian kata dan terikat.

Selanjutnya morfem-morfem dibedakan sebagai morfem asal dan morfem imbuhan.Misalnya dalam kata berlibur morfem libur adalah morfem asal dan ber- adalah morfem imbuhan.Suatu pembedaan penting dalam hal morfem terikat ada pula diantara morfem utuh (continuous morpheme) dan morfem terbagi (discontinuous morpheme). Morfem imbuhan terbagi terdapat bila bentuknya dibagi menjadi dua atau lebih bagian yang berjauhan secara linear; misalnya ber- sama dengan –kan merupakan satu morfem saja.

(3)       Kata dan struktur morfemis kata

Sebuah kata dapat terdiri atas satu morfem saja: contohnya, meja, perosok, halus, zat. Kata yang demikian disebut “monomorfemis” (monomorphemic word).Kata yang terdiri lebih dari satu morfem disebut “polimorfemis” (polymorphemic word).Sebuah kata dapat terdiri atas morfem asal + morfem asal dan struktur tersebut disebut kata majemuk.

(4)       Variasi alomorfemis

Variasi alomorfemis diuraikan menjadi dua:

  1.   Berdasarkan kaidah-kaidah morfofonemis yang dalam bahasa Inggris disebut morphophonemic rules, atau morphophonological rules atau morphonological rules. Sebagaimana sudah nampak di istilah “morfofonemis”, kaidah-kaidah yang diberi nama itu adalah kaidah morfemis dan fonemis sekaligus. Contohnya: membuat, melamun, menghambat. Bentuk asalnya masing-masing adalah buat, lamun, dan hambatan, jadi “tinggal” alomorfem yang masing-masing berbentuk mem-, me-, meng-.
  2. Berdasarkan kaidah-kaidah alomorfemis yang lain yang tidak berupa morfofonemis yang jelas tampak dari imbuhan lazimnya yang disebut imbuhan “tak teratur”. Misalnya meskipun kaidah “teratur” untuk jamak kata benda dalam bahasa Inggris membedakan antara tiga akhiran saja, yaitu /s/, /z/, dan /ɪz/, namun kita mengenal juga contoh seperti child-children (tambah -/rən/), ox-oxen (tambah -/ən/). Tentu saja variasi alomorfemis tersebut tidak berdasarkan alasan-alasan fonemis. Variasi alomorfemis ditentukan oleh kaidah alomorfemis. Sebagian dapat disebut kaidah “morfofonemis” dengan alasan bahwa untuk sebagian besar kaidah semacam itu diatur oleh sesuatu penyesuaian diantara fonem yang berdekatan akibat perangkaian morfem-morfem bersangkutan; tetapi tidak seluruhnya.

(5)       Morfem, morf, dan alomorf

Morfem terikat yang bersangkutan dapat kita rumuskan sebagai {mə(N)-}; kurung kurawal lazim dipakai untuk mengapit sebuah morfem bila penandaan itu perlu atau berguna. Unsure abstrak adalah symbol N yang menyatakan adanya nasalisasi, dan kurung biasa yang mengapit symbol tersebut untuk menyatakan bahwa penyengauan tadi tidak selalu direalisasikan.Kaidah-kaaidah morfofonemisnya masih memiliki unsure konkrit secara fonemis, yaitu adanya suatu sibilant. Satu-satunya cara untuk merumuskan morfem penjamakan kata benda dalam bahasa Inggris seharusnya adalah: {jamak}, atau entah sembarang symbol yang lain (misalnya{J}) yang kita kehendaki, asalkan realisasi alomorfemis tidak tampak dalam bentuk fonemis, karena dasar umum fonemis untuk semua alomorf morfem {jamak} tersebut tidak ada. Morf sebetulnya tidak lain dari salah satu bentuk alomorfemis dari suatu morfem, tetapi bentuk yang hendak dipilih dianggap mewakili secara kongkrit morfem yang bersangkutan. Istilah “morf” dipakai demi manfaat praktisnya.Misalnya bila kita menguraikan morfologi kala lampau kata kerja inggris, maka, sesuai dengan asas-asas di atas (dimana morfem penjamakan kata benda dalam bahasa inggris dilambangkan sebagai {jamak}), dapat kita pakai pelambangan {lampau} misalnya. Tetapi seringkali hal itu tidak praktis; lebih gampang memakai pelambangan {-id} saja (atau malah dalam bentuk otografisnya, yaitu {-ed}), walaupun hal itu kurang cocok dengan pembentukan waktu lampau kata kerja “kuat” (strong verb), misalnya bila go menjadi went.

(6)       Asimilasi morfofonemis

Konsep asimilasi dalam istilah “asimilasi morfofonemis” lebih luas daripada asimilasi fonetis dan asimilasi fonemis. Dalam asimilasi fonetis ada penyesuaian suatu bunyi pada suatu bunyi yang lain, tetapi identitas fonem dipertahankan, jadi perubahan yang bersangkutan terjadi sebagai variasi alofonemis saja. Asimilasi morfofonemis terdapat pada batas morfem saja, dan sedemikian rupa sehingga satu dari morfem yang berdampingan itu adalah morfem imbuhan.

(7)       Beberapa jenis morfem; proses morfemis

Kita dapat membedakan morfem-morfem juga menurut proses mana yang dapat dihasilkan dengannya. Morfem-morfem yang dapat dipakai untuk proses tersebut ialah: (a) afiks; (b) klitika; (c) modifikasi intern; (d) reduplikasi; (e) komposisi. Nama proses yang dihasilkan adalah: (a) afiksasi; (b) klitisasi; (c) modifikasi intern; (d) reduplikasi; (e) komposisi. Untuk (c) sampai (d) dapat dipakai sebagai nama proses. Nama proses “klitisasi” tidak lazim digunakan para ahli lingguistik.

(8)       Afiksasi

Afiksasi (affixation) adalah penambahan dengan afiks (affix). Afiks itu selalu berupa morfem terikat, dan dapat ditambah pada awal kata (prefiks; prefix) dalam proses yang disebut prefikasi (prefixation), pada akhir kata (safiks; suffix) dalam prosses yang disebut sufiksasi (suffixation), untuk sebagian pada awal kata serta untuk sebagian pada akhir kata (konfiks, ambifiks, atau simulfiks; confix, ambifix, simulfix) dalam proses yang disebut konfiksasi, ambifiksasi atau simulfiksasi (confixation, ambifixation, simulfixation), atau di dalam kata itu sendiri sebagai suatu “sisipan” (infiks; infix) dalam proses yang disebut infiksasi (infixation). Proses afiksasi amat berbeda-beda dalam berbagai bahasa. Prinsipnya selamanya konfiks tidak sama dengan prefiks plus sufiks.

(9)       Klitisasi

Istilah klitika jarang dipakai, biasanya kita temukan istilah proclitic, enclitic.Proklitika adalah klitika pada awal kata, dan enklitika terdapat pada akhur kata.Istilah klitika (pro- dan en-) sering dipakai untuk menyebutkan kata-kata singkat yang tidak beraksen dan oleh karena itu selalu harus ‘bersandar’ pada suatu kata yang beraksen sebagai kokonstituennya.Menurut pengertian ini suatu klitika paling sedikit bisa berupa kata, jadi morfem bebas.Dalam pengertian kita di sini klitika adalah selalu morfem terikat. Sebagai contoh klitika dalam bahasa Indonesia: akhiran –lah, -kah, dan –pun.

(10)  Modifikasi intern

Istilah “modifikasi intern” dipinjam dari istilah Inggris internal modification. Yang dimaksudkan di sini ialah perubahan vocal, misalnya dalam proses morfemis kata-kata Arab tertentu. Modifikasi demikian kita temukan pula dalam banyak bahasa Indo-Eropa, dalam kata kerja “kuat” misalnya, seperti dalam bahasa Inggris: sing-sang-sung, take-took-taken, dan lainnya. Alasan untuk menolak penafsiran modifikasi intern sebagai proses morfemis dalam contoh-contoh tadi cukup meyakinkan. Seandainya kita tafsirkan demikian, maka secara konsekwen harus kita simpulkan pula bahwa ada morfem akar m-nd-r, b-l-k, -ayur, dan untuk hal itu tidak ada paralel dalam morfologi bahasa Indonesia.

(11)  Reduplikasi

Proses reduplikasi (reduplication) terdapat dalam banyak sekali bahasa, meskipun dalam bahasa “tipe” tertentu hamper tidak kita jumpai. Konstituen yang dikenal reduplikasi dapat monomorfemis, dapat polimorfemis juga: meja-meja, kebun-kebun, ancaman-ancaman, perkecualian-perkecualian, dan lainnya. Reduplikasi seperti itu disebut reduplikasi penuh (full reduplication): seluruh bentuk asal direduplikasikan.

Dalam lingguistik Indonesia sudah lama lazim dipakai sekumpulan istilah sehubungan dengan reduplikasi dalam bahasa Sunda dan bahasa Jawa:

(a)     dwilingga, yakni pengulangan morfem asal, misalnya: meja-meja ‘meja-meja’, mlaku-mlaku ‘berjalan-jalan’.

(b)     dwilingga saling swara, yaitu pengulangan morfem asal dengan perubahan fonem, misalnya: bola-bali ‘bolak-balik’.

(c)     dwipurwa, yakni pengulangan pada silabe pertama, misalnya: bahasa Sunda lalaki ‘lelaki’, papacang ‘tunangan’.

(d)    dwiwasana, yakni pengulangan pada akhir kata, misalnya: Jawa cenges ‘tertawa’ menjadi cengenges ‘selalu tertawa’.

(e)     trilingga, yaitu pengulangan morfem asal dua kali, misalnya: Sunda dag-dig-dug‘was-was’ (dalam Dialek Melayu Jakarta juga demikian), dag-deg-dog ‘kerusuhan’.

 

(12)  Komposisi

Komposisi adalah perangkaian bersama-sama dua morfem asal yang menghasilkan satu kata.Seperti sudah diuraikan di atas kata majemuk terdiri atas dua atau lebih morfem asal.

(13)  Afiksasi dan paradigma

Afiksasi sering dikatakan menghasilkan suatu “paradigma”. Paradigma adalah daftar lengkap perubahan afiksasi yang mungkin dengan morfem asal yang sama. Dalam ilmu lingguistik ada dua pengertian mengenai paradigma tadi: (a) Semua perubahan afiksasi yang mempertahankan identitas kata; (b) semua perubahan yang melampaui identitas kata. Misalnya dalam hal (a) terdapat mengajar, diajar, ajar, mengajarnya, diajarnya, kuajar, kauajar, dan boleh dikatakan bahwa semua hasil afiksasi tersebut tidak meninggalkan identitas kata, yang kita identitaskan lazimnya dengan memilih bentuk yang berawalan /mə(N)-/: dalam hal ini mengajar. Pengertian (b) tentang istilah “paradigma” sudah tidak begitu umum lagi dan lebih lazim pengertian (a) dipakai. Jadi pengertian istilah “paradigma” disempit dengan cara itu, karena daftar lengkap perubahan afiksasi menurut cara (b) jauh lebih panjang daripada daftar yang dihasilkan dengan cara (a).

(14)  Fleksi dan derivasi

Istilah “fleksi” atau “infleksi” berarti semua perubahan paradigmatic yang dihasilkan dengan proses morfemis manapun, entah dengan afiksasi, modifikasi intern, entah dengan reduplikasi yang parsial; variasi paradigmatic dengan reduplikasi penuh tidak lazim disebut fleksi. Derivasipun tidak harus terjadi dengan proses afiksasi saja, karena modifikasi intern atau reduplikasi dapat dipakai juga. Infleksi afiksasionil terbatasi pada paradigma itu. Semua proses afiksasi yang lain termasuk derivasi. Berbeda dari kaidah fleksi, kaidah derivasi merupakan kaidah berurutan.Misalnya kata mengajar diderivasikan dari morfem asal ajar, tetapi pengajar diderivasikan dari mengajar dulu, dan baru melalui mengajar dari ajar. Akhirnya proses fleksi lazimya diberi nama khusus menurut kelas kata yang mengalami prose situ. Fleksi kata kerja disebutg “konyugasi” (conjugation) dan fleksi kata benda, kata sifat dan kata ganti disebut “deklinasi” (declination).

(15)  Produktivitas

Proses morfemis dibagi atas yang “produktif” (productive) dan yang tidak produktif (nonproductive). Proses morfemis dikatakan produktif bila dapat diterapkan pada konstituen yang tidak lazim, atau belum pernah mengalaminya, dan proses tersebut dikatakan bersifat tidak produktif bila tidak dapat diterapkan pada konstituen yang belum pernah mengalaminya. Proses morfemis yang tidak produktif menghasilkan suatu daftar “tertutup” (closed list), dan proses produktif menghasilkan suatu daftar “terbuka” (open list).

(16)  Beberapa istilah tambahan

Dalam proses paradigmatic biasanya ada beberapa “makna” yang dinyatakan oleh perubahan paradigmatis itu. Di sini disebutkan: jumlah (number), orang (person), jenis (gender), kala (tense), diatesis (voice, atau diathesis), aspek (aspect), modus (mood), kasus (case). Jumlah dibedakan sebagai tunggal (singular), jamak (plural) dan dual (aksenkan pada silabe kedua) (dual).Orang dibagi atas orang pertama, kedua, dan ketiga (first person, second person, third person), dan dalam banyak bahasa (termasuk bahasa Indonesia) orang pertama jamak terdiri atas jamak eksklusif (exclusive) dan jamak inklusif (inclusive). Jenis ada bermacam-macam: dalam beberapa bahasa Indo-Eropa dibedakan maskulin (maculine), feminine (feminine) dan neutrum (neuter), tetapi dalam bahasa tertentu ada jauh lebih banyak. Bila kala terdapat dalam suatu bahasa, sering kita temukan kala sekarang (present), kala lampau (past), kala yang akan datang (future). Diatesis sering sekali dibedakan atas aktif (active) dan pasif (passive), tetapi ada beberapa bahasa yang memiliki diatesis medial (middle voice atau medium).Aspek terdapat sebagai eventif (eventive), progresif (progressive) dan inkhoatif (inchoative).Modus terdapat sebagai indikatif (indicative) dan konyungtif atau subyungtif (conjunctive; subjunctive).

 

 

 

REFERENSI

 

Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta

Depdikbud. 1993. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka

Finoza, Lamuddin. 2005. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta : Diksi Insan Mulia

Keraf, Gorys. 1994. Tata Bahasa Indonesia. Ende Flores : Nusa Indah

O’Grady, William. Dobrovolsky, Michael & Katamba, Francis. 1996. Contemporary     Linguistics. Londond


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *