Hari pertama sekolah dan Demo PPDB


 

Tanggal 17 Juli 2017, hari pertama anak-anak masuk sekolah  setelah liburan panjang (terlalu panjang menurut saya). Mengikuti himbauan pemerintah untuk mengantarkan anak  ke sekolah bareng dengan suami, meskipun saya dan banyak ibu-ibu lainnya selalu berusaha untuk setiap hari mengantarkan anak sampai depan pintu gerbang sekolah selagi bisa karena memang sekolah anak-anak saya tidak dekat dengan rumah. Sekolah si sulung bahkan di daerah pegunungan yang bisa ditempuh 10 menit dengan motor dan 20 menit dengan mobil. Hari ini alhamdulillah anak-anak semangat pergi sekolah karena mereka sudah bosan dengan liburannya. Luckily kita dateng kesubuhan karena bila kami telat 10 menit saja, kami akan terjebak di tengah para orang tua yang demo di depan SMPN X (rahasia) karena  ketidakpuasan terhadap program PPDB  atau Pendaftaran Peserta Didik Baru sebagi program baru dari pemerintah kita. Pemerintah pusat mewajibkan semua sekolah untuk menerapkan sistem zonasi dalam menggelar Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) . PPDB SMA dan SMK dikawal pemerintah provinsi sedangakan  sedangkan PPDB SD dan SMP diawasi oleh  pemerintah kota/kabupaten. Di satu sisi saya pribadi setuju dengan program pemerintah yang menerapkan sistem zonasi  karena dapat menghilangkan predikat sekolah favorit dan tidak favorit serta penumpukan siswa di sekolah  negeri tertentu contohnya di kota Bandung untuk sekolah favorit adalah SMAN 3 dan SMAN 5 ,sedangkan untuk sekolah menengah pertama adalah SMPN 5 dan SMPN 2. Demikian juga sekolah dasar, yang menjadi favorit adalah SD Merdeka dan Banjar Sari. Di sisi lain, saya pribadi punya mindset bahwa selepas sekolah dasar, jika kedua anak saya menginnginkan sekolah di sekolah negeri, saya berharap mereka bisa masuk SMPN 5 atau SMPN 2 karena sudah menjadi fenomena yang biasa bahwa lulusan dari smp-smp favorit tersebut lebih dari 50% nya akan diterima di SMA favorit seperti SMAN 3 dan SMAN 5, dan selepas dari sma favorit tersebut, seperti halnya memindahkan kelas, mayoritas dari mereka akan diterima di universitas favorit di Bandung seperti ITB dan Unpad dengan jurusan favorit pula. Mindset seperti ini susah dihilangkan dalam waktu singkat sehingga program PPDB yang sejatinya merupakan program yang  bijaksana, namun pada praktiknya pasti menemukan kendala yang berat karena terbentur dengan mindset orang tua murid dan fenomena yang memang sudah membudaya.

Kembali berkaca pada diri sendiri, saya pribadi sekolah di SD negeri pinggiran di daerah Bandung timur, bukan sekolah favorit bahkan namanya ketika disebutkan banyak yang tidak tahu dan waktu itu menjadi bahan tertawaan karena diambil dari nama daerah di Bandung timur yang cukup lucu etika disebutkan. Diterima di SMPN yang juga bukan terfavorit, dan masuk ke SMAN yang juga bukan terfavorit di jamannya. Alhamdulillah saya masih bisa survive dengan menjadi dosen meskipun saya bukan dosen yang gemilang penuh dengan prestasi, tapi setidaknya saya bisa melanjutkan studi sampai jenjang S3 dengan beasiswa dari pemerintah yang menurut saya cukup sulit untuk mendapatkannya (beberapa kasus teman saya tidak lolos mendapatkan beasiswa pemerintah ini). Tetap saja, mindset untuk menyekolahkan anak ke SMPN favorit tetap ada dalam benak saya hingga hari ini. Meskipun anak-anak saya masih jauh untuk masuk SMP tapi perencanaan itu sudah terpatri bahwa jika anak-anak saya ingin melanjutkan sekolah menengah pertama ke sekolah negeri maka saya akan mendorong mereka untuk bisa lolos ke smp terfavorit di kota Bandung. Pun demikian dengan para orang tua murid lainnya. Tidak hanya masalah masuk ke sekolah favorit, tapi program ini juga berbenturan dengan masalah turun temurun. Sudah menjadi fenomena biasa pula di masyarakat kita bahwa menyekolahkan anak  ke SD tertentu karena sudah menjadi kebiasaan turun temurun dari kakak-kakaknya untuk belajar di sekolah tersebut.

Jadi semoga saja pemerintah sabar untuk menjalankan program ini, tolong pahami demo yang dilakukan oleh para orang tua ini. Mungkin dalam kaca mata mereka, mereka sedang berjuang untuk mendapatkan yang terbaik baik anak-anaknya. Semoga suatu hari semua sekolah di negara kita menjadi sekolah paling favorit, mampu mencetak lulusan yang bisa survive di dalam maupun luar negeri disertai dengan akhlak yang baik tentunya.

 


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *