ALIRAN MARXISME DAN APLIKASINYA DALAM KARYA SASTRA


 

Makalah

diajukan sebagai salah satu tugas matakuliah Filsafat Ilmu Program Doktoral Ilmu Linguistik Universitas Padjadjaran dengan dosen pengampu  Profesor. Dr. Dadang Suganda

 

 

Oleh

Nama : Iis Kurnia Nurhayati, S.S.,M.Hum

NPM : 180130140014

 

BAB I

PENDAHULUAN

  • Latar Belakang

Perkembangan paham-paham mengenai kehidupan manusia ini menurut teori sejarah dimulai sejak zaman yunani kuno, dan mengalami perkembangan yang sangat pesat sekitar abad XV sampai abad XIX. Perkembangan ini petama-tama lahir didaratan eropa yang kemudian berkembang menguasai dunia. Aliran–aliran yang berkembang besar dimasa itu antara lain naturalisme, idealisme, sosialisme, materialisme, kapitalisme, marxisme, dll (M.Choirul Anwar)

Marxisme merupakan paham yang berasal dari pandangan Karl Marx. Marxisme adalah paham yang bertujuan untuk memperjuangkan kaum Proletar untuk melawan kaum Borjuis. Teori Marxisme yang secara umum dipandang sebagai dasar ideologi komunisme dicetuskan dan dikembangkan oleh Karl Marx dan Friedrich Engel sejak 150 tahun yang lalu sebagaimana dalam bukunya The Manifesto of the Communist Party yang diterbitkan pada tanggal 21 Februari 1845. Teori ini merupakan sebuah manifesto politik mengenai teori komunis yang menekankan pada perjuangan kelas dan kesejahteraan ekonomi.

Teori marxisme yang dibangun oleh Karl Marx ini sangat dipengaruhi oleh filsafat dialektika Hegel. Menurut Marx dalam sebuah masyrakat terdapat dua kelas/kaum yaitu kaum yang memiliki alat produksi (Borjuis) dan kaum yang tidak memiliki alat produksi (Proletar). Alat produksi yang dimaksudkan disini adalah  segala hal yang dapat menghasilkan sebuah komoditas yang merupakan barang kebutuhan masyrakat. Karena telah menjadi kebutuhan mau tidak mau masyarakat akan tetap membelinya. Apabila dilihat dari keadaan kaum Borjuis sebagai pemilik alat produksi akan memperoleh keuntungan dari proses pembelian tersebut.

Jika dilihat dari keadaan kaum Proletar yang tidak memiliki apa-apa dan demi memperoleh alat produksi tersebut mereka harus bekerja pada kaum Borjuis dan pada saat inilah kaum Borjuis memanfaatkan kebutuhan dan kelemahan dari kaum Proletar untuk menindasnya. Dengan kata lain kaum Borjuis yang mempunyai Kekuasaan bisa menindas kaum Proletar sesuka hatinya. Disinilah peran dari teori Marxisme sebagai paham yang diciptakan oleh Marx untuk membela dan berpihak pada kaum Proletar dimana teori ini ada karena adanya perlakuan tidak adil yang dialami oleh kaum Proletar. Marx berusaha mengangkat kaum Proletar dari penindasan sehingga kaum Proletar bisa menjadi pemilik alat produksi.

Marxisme muncul dari realitas kehidupan masyarakat yang mengalami banyak penderitaan dan penyiksaan, adanya perbandingan kelas sosial (antara kaum borjuis dan proletar), kesenjangan sosial dan lahirnya masyarakat kapitalis. Adanya pandangan bahwa Marxisme dan komunisme merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan menyebabkan banyaknya Masyarakat yang memandang sebelah mata  kaum komunis dan langsung menghakimi  bahwa kaum komunis itu adalah hal yang salah, begitupun juga dengan Marxisme dan sosialisme yang dianggap sebagai cikal bakal dari ideologi komunis.

Salah satu mengapa Marxisme dianggap sebagai sistem pemikiran yang amat kaya adalah bahwa Marxisme memadukan tiga tradisi intelektual yang masing-masing telah sangat berkembang saat itu, yaitu filsafat Jerman, teori politik Prancis dan Ilmu Ekonomi.

Marxisme tidak bisa begitu saja dikategorikan sebagai ‘filsafat’ lainnya sebab Marxisme mengandung satu dimensi filosofis yang utama dan bahkan memberikan pengaruh yang luar biasa terhadap  banya pemikiran filsafat termasuk filsafat dalam bidang Sastra.

 

  • Fokus Penulisan Makalah

Dari hasil  pengamatan dan pemahaman yang telah penulis lakukan ada beberapa pokok permasalahan yang akan di paparkan dalam makalah ini yaitu :

  1. Bagaimana sejarah awal muncunya marxisme?
  2. Bagaimana konsep dasar dari marxisme?
  3. Bagaimana pemikiran marxisme dalam sebuah karya sastra?
  4. Bagaimana aplikasi kritik Marx dalam sebuah karya sastra?

 

  • Tujuan dan Manfaat

Dalam melakukan pembahasan permasalahan yang sesuai dengan judul makalah, penulis mempunyai beberapa tujuan yang diharapkan dapat di capai dalam pengamatan ini adalah untuk mengetahui :

  1. Mengetahui sejarah awal dari marxisme
  2. Memahami konsep dasar marxisme
  3. Mengetahui bagaimana pemikiran marxisme dalam sebuah karya sastra
  4. Mengetahui aplikasi kritik Marx dalam sebuah karya sastra

Selain tujuan, penulis juga mengharapkan dengan pengamatan dapat memberikan manfaat. Adapun manfaatnya sebagai berikut :

  1. Menambah khasanah ilmu pengetahuan
  2. Memberikan wawasan pengetahuan perkembangan ilmu sosial pada umumnya dan ilmu sejarah awal mrxisme pada khususnya
  3. Memberikan pemahaman kepada penulis dan pembaca mengenai marxisme.

 

 

 

BAB II
PEMBAHASAN

 

  • Sejarah Awal Munculnya Marxisme

Marxisme adalah paham yang mengikuti pandangan-pandangan Karl Marx. Karl Marx adalah seorang filsuf, pakar ekonomi politik dan teori kemasyarakatan dari Prusia. Walaupun Marx menulis tentang banyak hal semasa hidupnya, ia paling terkenal atas analisisnya terhadap sejarah, terutama mengenai pertentangan kelas, yang dapat diringkas sebagai sejarah dari berbagai masyarakat hingga saat ini pada dasarnya adalah sejarah tentang pertentangan kelas, sebagaimana yang tertulis dalam kalimat pembuka dari Manifesto Komunis. Ideology Marxisme muncul dari kreativitas pemikir Karl Marx, yang sangat setia menjembatani teori materialis dialektis

Marxisme merupakan bentuk protes Marx terhadap paham kapitalisme. Ia menganggap bahwa kaum kapital mengumpulkan uang dengan mengorbankan kaum proletar. Kondisi kaum proletar sangat menyedihkan karena dipaksa bekerja berjam-jam dengan upah minimum sementara hasil keringat mereka dinikmati oleh kaum kapitalis. Banyak kaum proletar yang harus hidup di daerah pinggiran dan kumuh. Marx berpendapat bahwa masalah ini timbul karena adanya “kepemilikan pribadi” dan penguasaan kekayaan yang didominasi orang-orang kaya. Untuk mensejahterakan kaum proletar, Marx berpendapat bahwa paham kapitalisme diganti dengan paham komunisme. Bila kondisi ini terus dibiarkan, menurut Marx kaum proletar akan memberontak dan menuntut keadilan. Itulah dasar dari marxisme

Karl Marx, lahir di Trier Jerman, 5 Mei 1818 dan meninggal di London, 14 Maret 1883. Karl Marx lahir dalam keluarga Yahudi progresif di Trier, Prusia, (sekarang di Jerman). Ayahnya bernama Herschel, keturunan para rabi, meskipun cenderung seorang deis, yang kemudian meninggalkan agama Yahudi dan beralih ke agama resmi Prusia, Protestan aliran Lutheran yang relatif liberal, untuk menjadi pengacara. Herschel pun mengganti namanya menjadi Heinrich. Keluarga Marx amat liberal dan rumah Marx sering dikunjungi oleh cendekiawan dan artis masa-masa awal Karl.(Wikipedia)

Marx menjalani sekolah di rumah sampai ia berumur 13 tahun. Setelah lulus dari Gymnasium Trier, Marx melanjutkan pendidikan nya di Universitas Bonn jurusan hukum pada tahun 1835 pada usia nya yang ke-17, dimana ia bergabung dengan klub minuman keras Trier Tavern yang mengakibatkan ia mendapat nilai yang buruk. Marx tertarik untuk belajar kesustraan dan filosofi, namun ayahnya tidak menyetujuinya karena ia tak percaya bahwa anaknya akan berhasil memotivasi dirinya sendiri untuk mendapatkan gelar sarjana. Pada tahun berikutnya, ayahnya memaksa Karl Marx untuk pindah ke universitas yang lebih baik, yaitu Friedrich-Wilhelms-Universität di Berlin. Di Berlin, minat Marx beralih ke filsafat, dan bergabung ke lingkaran mahasiswa dan dosen muda yang dikenal sebagai Pemuda Hegelian. Sebagian dari mereka, yang disebut juga sebagai Hegelian-kiri, menggunakan metode dialektika Hegel, yang dipisahkan dari isi teologisnya, sebagai alat yang ampuh untuk melakukan kritik terhadap politik dan agama mapan saat itu.

Pada saat itu, Marx menulis banyak puisi dan esai tentang kehidupan, menggunakan bahasa teologi yang diwarisi dari ayahnya seperti ‘The Deity’ namun ia juga menerapkan filosofi atheis dari Young Hegelian yang terkenal di Berlin pada saat itu. Marx mendapat gelar Doktor pada tahun 1841 dengan tesis nya yang berjudul ‘The Difference Between the Democritean and Epicurean Philosophy of Nature’ namun, ia harus menyerahkan disertasi nya ke Universitas Jena karena Marx menyadari bahwa status nya sebagai Young Hegelian radikal akan diterima dengan kesan buruk di Berlin.

Marx terkenal karena analisis nya di bidang sejarah yang dikemukakannya di kalimat pembuka pada buku ‘Communist Manifesto’ (1848): “ Sejarah dari berbagai masyarakat hingga saat ini pada dasarnya adalah sejarah tentang pertentangan kelas”.” Marx percaya bahwa kapitalisme yang ada akan digantikan dengan komunisme, masyarakat tanpa kelas setelah beberapa periode dari sosialisme radikal yang menjadikan negara sebagai revolusi keditaktoran proletariat (kaum paling bawah di negara Romawi).

Marxisme terlahir dari perlawanan dan perjuangan kelas buruh melawan sistem kapitalis, dan juga mewujudkan obsesi kemenangan gerakan sosialis. itu adalah dasar pijakan muncul gerakan ini, namun teori awal tujuan gerakan Marxisme tidak sesuai dengan realita dan cita Marx sesungguahnya.

  • Konsep Dasar Teori Marxisme
    • Dialektika

Dialektika adalah satu cara pandang atas sesuatu dalam keadaan geraknya dan bukan dalam keadaan diamnya. Proposisi dasar dialektika adalah bahwa segala hal selalu ada dalam proses perubahan yang dinamik, yang seringkali prosesnya tidak terlihat dan tidak bergerak dalam garis lurus.Untuk memudahkan kita memahami dialektika, ada tiga hukum utama gerak dialektika yang bisa kita rangkum:

  1. Perubahan kuantitas menjadi kualitas
  2. Kutub berlawanan yang saling merasuki
  3. Negasi dari negasi

Ada dua jenis perubahan, yakni perubahan kuantitas dan perubahan kualitas. Perubahan kuantitas adalah satu jenis perubahan yang hanya menyentuh besaran dari sesuatu hal atau benda. Sedangkan perubahan kualitas adalah sebuah perubahan dari satu sifat ke sifat yang lain. Di alam maupun ilmu sosial, kita dapat menyaksikan dua jenis perubahan ini. Hukum dialektika mengajarkan bahwa pada saat tertentu perubahan kuantitas bisa beralih menjadi perubahan kualitas, bahwa perubahan tidak selalu berada dalam garis lurus tetapi pada momen tertentu mengalami loncatan.

Banyak sekali contoh di alam yang menggambarkan hukum dialektika ini, misalnya mendidihnya air. Ketika kita menaikkan suhu air satu derajat dari 20 derajat ke 21 derajat, tidak ada perubahan kualitas. Air masih berbentuk air, yang terjadi hanya perubahan kuantitas. Kita bisa terus naikkan suhu air ini satu derajat per satu derajat, hingga suhu air mencapai 99 derajat, dan air pun masih berbentuk air. Tetapi ketika kita naikkan satu derajat lagi, dari 99 derajat ke 100 derajat, maka sesuatu loncatan terjadi, sebuah perubahan kualitas terjadi. Air mendidih dan berubah menjadi uap. Jadi perubahan satu derajat (perubahan kuantitas) mengakibatkan mendidihnya air menjadi uap (perubahan kuantitas). Hal yang sama juga benar untuk perubahan dari air menjadi es.

Tetapi hukum dialektika ini tidak terbatas pada alam saja, tetapi juga pada hubungan sosial manusia. Revolusi adalah perubahan kualitas. Masyarakat tidak berubah dengan perlahan-lahan atau gradual, tetapi bergerak dengan loncatan-loncatan.  Revolusi Prancis 1789, Komune Paris 1871, Revolusi Inggris, Revolusi Rusia, Revolusi Tiongkok, dll. Semua ini adalah perubahan kualitas di dalam gerak masyarakat. Tetapi tidak hanya revolusi saja yang merupakan perubahan kualitas, konter-revolusi pun adalah loncatan, sayangnya loncatan ke belakang. G30S dan periode pembantaian 1965-1966 dapat dilihat sebagai sebuah perubahah kualitas di dalam gerakan buruh Indonesia, yakni perubahan dari periode revolusioner ke periode reaksi, sebuah loncatan ke belakang.

Ledakan gerakan Reformasi 1998 pun adalah satu contoh perubahan kualitas. Setelah 32 tahun di bawah cengkraman rejim Soeharto, dimana tampak di permukaan tidak ada perubahan kesadaran sama sekali kendati kesengsaraan rakyat yang semakin parah, akhirnya ini semua berubah pada tahun 1997-1998. Rejim kediktaturan Soeharto sudah tidak bisa lagi ditahan, dan rakyat pun hilang rasa takutnya dan terjadi loncatan kesadaran.

Revolusi Tunisia juga memberikan kita satu contoh lagi akan peralihan dari perubahan kuantitas menjadi kualitas. Banyak orang pintar yang mengutarakan bahwa Revolusi Tunisia ini disebabkan oleh pembakaran diri Mohamed Bouazizi, seorang penjual buah. Mohamed Bouazizi sering ditindas oleh polisi dan akhirnya dia tidak tahan lagi akan penindasan ini sehingga mengakhiri nyawanya dengan membakar diri. Pembakaran dirinya lalu menyulut Revolusi Tunisia yang berhasil menumbangkan diktatur Ben Ali. Namun dia bukan satu-satunya pedagang pasar yang sering ditindas oleh aparat keamanan, dan dia bukanlah yang pertama yang bunuh diri karena tidak tahan kesengsaraan hidup. Di Indonesia sendiri, kita sering baca berita mengenai orang-orang miskin yang bunuh diri karena kemiskinan. Jadi pembakaran diri Bouazizi bisa dilihat sebagai sebuah perubahan kuantitas yang lalu berubah menjadi perubahan kualitas. Dia adalah satu tetes air yang membuat bendungan kemarahan rakyat meluap. Seperti kata Engels, “necessity expresses itself through accident” (keniscayaan mengekspresikan dirinya lewat kecelakaan/kebetulan). Situasi masyarakat Tunisia memang sudah sangat panas, dan hanya butuh “satu derajat celcius” saja untuk membuatnya mendidih, dan satu derajat ini diwakili oleh pembakaran diri Bouazizi.

Hukum dialektika kedua adalah kutub berlawanan yang saling merasuki. Hukum ini mengajarkan kepada kita bahwa kontradiksilah yang menggerakkan dunia. “Akal sehat” mencoba membuktikan bahwa semua kekuatan yang saling bertentangan adalah eksklusif satu sama lain, bahwa hitam adalah hitam, dan putih adalah putih. “Akal sehat” mencoba menyangkal kontradiksi sebagai bagian dari proses. Dialektika menjelaskan bahwa tanpa kontradiksi maka tidak ada gerak, tidak ada proses.

Begitu pula masyarakat kita, yang bergerak karena kontradiksi. Revolusi sosial terjadi ketika tingkat produksi manusia sudah bertentangan dengan sistem sosial yang ada. Inilah basis dari setiap revolusi di dalam sejarah umat manusia, dari jaman komunisme primitif, ke jaman perbudakan, ke jaman feodalisme, dan sekarang jaman kapitalisme. Kontradiksi antara tingkat produksi dan sistem sosial terus saling berbenturan, saling merasuki, dan menjadi motor penggerak sejarah. Di jaman kapitalisme, kontradiksinya adalah antara sistem produksi yang bersifat sosial dengan nilai surplus yang diapropriasi secara pribadi. Tidak ada satupun buruh yang bisa mengatakan bahwa dia sendirilah yang memproduksi sebuah komputer misalnya. Ribuan, bahkan ratusan ribu, buruh dari berbagai industri bekerja bersama memproduksi ribuan komponen terpisah yang lalu dirakit menjadi sebuah komputer. Oleh karenanya sistem produksi kapitalisme adalah sistem produksi sosial. Namun nilai surplus, atau produk tersebut, tidak menjadi milik sosial, dan hanya menjadi milik pribadi, yakni segelintir pemilik alat produksi tersebut. Kontradiksi inilah yang lalu membawa perjuangan kelas — kadang terbuka kadang tertutup — antara buruh dan kapitalis, yang terus menerus mendorong masyarakat kita.

Hukum dialektika ketiga adalah negasi dari negasi. Hukum ini bersinggungan dengan watak perkembangan melalui serangkaian kontradiksi yang terus menerus menegasi dirinya. Namun penegasian ini bukanlah penyangkalan penuh bentuk yang sebelumnya, tetapi penegasian dimana bentuk yang sebelumnya dilampaui dan dipertahankan pada saat yang sama.Manifestasi nyata hukum ini dapat kita lihat di sekitar kita. Contohnya adalah perkembangan sebuah tanaman. Sebuah benih yang jatuh di tanah, setelah mendapatkan air dan cahaya matahari, tumbuh menjadi kecambah. Lalu kecambah ini terus tumbuh menjadi dewasa, dan bila waktunya tiba maka kuncup-kuncup bunga pun muncul. Kuncup bunga ini kemudian menjadi sebuah bunga, dan bunga ini lalu menjadi buah yang mengandung biji-biji benih baru. Kecambah menegasi benih biji, yang lalu dinegasi oleh kuncup bunga. Kuncup ini lalu dinegasi oleh bunga yang mekar sekar, yang lalu sendirinya dinegasi lagi oleh buah dengan biji-biji di dalamnya. Setiap tahapan ini  berbeda secara kualitas, saling menegasi tetapi masih mengandung esensi dari tahapan sebelumnya. Setiap tahapan pertumbuhan tanaman ini terus bergerak menjadi satu kesatuan organik.

 

  • Materialisme

Berbicara mengenai Materialisme, berarti kita berbicara mengenai filsafat Materialisme yang berseberangan dengan filsafat Idealisme. Di sini kita harus membedakan Materialisme dengan “materialisme” yang kita kenal dalam perbincangan sehari-hari. Biasanya kalau kita mendengar kata materialisme, kita lantas berpikir ini berarti hanya memikirkan kesenangan duniawi, hanya suka berpesta-pora, mementingkan uang di atas segala-galanya. Dan ketika kita mendengar kata idealisme, kita lalu berpikir ini berarti orang yang punya harapan, yang bersahaja dan punya mimpi dan cita-cita mulia. Pengertian sehari-hari ini bukanlah pengertian yang sesungguhnya untuk Materialisme dan Idealisme dalam artian filsafat.

Sepanjang sejarah filsafat, ada dua kubu utama, yakni kubu Idealis dan kubu Materialis. Filsuf-filsuf awal Yunani, Plato dan Hegel, adalah kaum Idealis. Mereka melihat dunia sebagai refleksi dari ide, pemikiran, atau jiwa seorang manusia atau seorang makhluk maha kuasa. Bagi kaum Idealis, benda-benda materi datang dari pemikiran. Sebaliknya, kaum Materialis melihat bahwa benda-benda materi adalah dasar dari segalanya, bahwa pemikiran, ide, gagasan, semua lahir dari materi yang ada di dunia nyata.

Ini bisa kita lihat dengan mudah. Sistem angka kita yang mengambil bilangan sepuluh, ini adalah karena kita manusia memiliki sepuluh jari sehingga kita pun menghitung sampai sepuluh. Bilamana manusia punya dua belas jari, tidak akan aneh kalau sistem angka kita maka akan mengambil bilangan duabelas dan bukan sepuluh. Jadi konsep dasar matematika bukanlah sesuatu yang datang dari langit, bukanlah sesuatu yang tidak ada dasar materinya. Sedangkan kaum Idealis akan berpikir bahwa bilangan sepuluh ini adalah konsep abadi yang akan selalu ada dengan atau tanpa kehadiran manusia berjari sepuluh.

Bahkan alam sadar kita adalah produk dari materi, yakni otak kita sebagai salah satu organ tubuh kita. Bila mana otak kita rusak karena cedera, maka kita pun akan kehilangan kesadaran kita. Otak kita tidak lain adalah kumpulan sel-sel yang bekerja dengan zat-zat kimia. Maka tidak heran kalau kita menenggak banyak alkohol maka kesadaran kita pun akan terpengaruh, atau kalau kita mengkonsumsi obat-obat terlarang, atau minum obat sakit kepala Paramex yang bisa menghilangkan rasa sakit kepala kita. Kaum idealis sebaliknya mengatakan bahwa kesadaran manusia ini tidak ada sangkut pautnya dengan otak, bahwa kesadaran manusia itu abadi. Ilmu sains telah menihilkan Idealisme dan sekarang kita tahu kalau otak adalah dasar materi dari kesadaran kita.

Kesadaran kita, cara berpikir kita, tabiat-tabiat kita, semua ini adalah akibat dari interaksi kita dengan lingkungan sekeliling kita, yakni dunia materi yang ada di sekitar kita. Petani cara berpikirnya berbeda dengan buruh karena mereka dalam kesehari-hariannya kerja bercocok tanam di sawah, sedangkan buruh harus bekerja di pabrik dengan ratusan buruh lain dan mesin-mesin yang menderu. Oleh karenanya pun metode perjuangan buruh berbeda dengan kaum tani, dan juga kesadarannya. Buruh karena terlempar masuk ke pabrik dalam jumlah ratusan dan ribuan punya kesadaran solidaritas dan berorganisasi yang pada umumnya lebih tinggi daripada kaum tani. Buruh membentuk serikat-serikat buruh, yang dalam sejarah secara umum merupakan lokomotif sejarah. Sedangkan petani, karena biasanya bekerja terpisah-pisah dalam ladang mereka masing-masing, solidaritas dan kesadaran berorganisasi mereka umumnya lebih rendah. Kita mengatakan “secara umum” karena ini tidak menihilkan bahwa ada juga petani-petani yang berorganisasi membentuk serikat tani. Misalnya dulu di Indonesia ada Barisan Tani Indonesia (BTI) yang sangat besar dan kuat, namun BTI pun eksis karena dorongan Partai Komunis Indonesia, yakni Partai yang secara historis berbasiskan pada kelas buruh Indonesia. Selain itu sejarah juga membuktikan bahwa pada umumnya organisasi buruh lebih matang, kuat, dan konsisten daripada organisasi tani.

Dari contoh-contoh ini, tampaknya mudah bagi kita untuk menerima Materialisme sebagai filsafat kita. Namun, di dalam kehidupan sehari-hari, ternyata Idealisme merasuk ke dalam cara berpikir kita tanpa kita sadari. Kaum kapitalis pun giat menyebarkan Idealisme ke dalam cara berpikir rakyat pekerja guna melanggengkan kekuasaan mereka. Ditanamkan ke dalam pikiran kita bahwa ada yang namanya itu sifat alami manusia, dan bahwa sifat alami manusia ini adalah serakah dan egois. Oleh karena sifat alami manusia ini maka kapitalisme, sistem masyarakat yang berdasarkan persaingan antara manusia karena keserakahan mereka, adalah sistem yang paling alami dan akan eksis selama-lamanya sebagai sistem yang paling sempurna dan paling akhir. Ini adalah pembenaran yang sering kita dengar dari para pembela sistem kapitalisme.

Kaum Materialis berpikir berbeda, bahwa sifat serakah dan egois manusia ini bukanlah sifat alami, bukanlah sebuah ide atau gagasan di dalam pikiran manusia yang jatuh dari langit. Materialisme mengajarkan bahwa sifat manusia itu adalah hasil dari interaksinya dengan dunia materi di luarnya, bahwa kesadaran manusia ditentukan oleh keberadaan sosialnya. Maka dari itu, sifat serakah dan egois manusia ini sesungguhnya adalah hasil dari sistem produksi dan sosial yang ada sekarang ini. Maka memang tidak heran kalau kita melihat keserakahan dan keegoisan di masyarakat kita, karena sistem produksi kita yang membuat, atau lebih tepatnya memaksa, manusia menjadi seperti itu. Keserakahan dan keegoisan manusia yang kita saksikan di jaman sekarang ini tidak ditemukan di dalam masyarakat jaman dahulu, ketika sistem produksi dan sosialnya bukanlah kapitalisme. Dari sudut pandang ini, maka bila kita ubah sistem produksi dan sosial masyarakat, maka akan berubah juga tabiat dasar manusia. Tentunya perubahan ini tidak akan terjadi dalam sekejap, namun penggulingan kapitalisme dan pembangunan sosialisme akan menyediakan pondasi untuk pembangunan karakter manusia yang baru, yang tidak berdasarkan keserakahan, tetapi berdasarkan semangat gotong royong yang sejati-jatinya.

Dari sini kita bisa lihat bagaimana filsafat idealisme ini pada dasarnya kontra-revolusioner karena filsafat ini membenarkan kapitalisme sebagai sistem yang alami dan kekal. Sedangkan materialisme adalah filsafat yang revolusioner, karena ia mengajarkan kita bahwa kapitalisme bukanlah sistem yang lahir dari apa-yang-disebut tabiat alami manusia, tetapi justru sebaliknya bahwa tabiat manusia itu adalah hasil dari sistem sosial yang ada.

Akan tetapi materialisme tanpa dialektika adalah materialisme yang formalis dan kaku. Tanpa dialektika, materialisme tidaklah lengkap untuk bisa menjelaskan dunia.

2.3.  Pemikiran marxisme dalam sebuah karya sastra

Bagaimana sastra dipandang bagi kalangan yang bermadzhab Marxis, atau Marx itu sendiri?  Marx tidaklah sendiri mengenai bagaimana ia memandang sastra itu seharusnya. Bersama rekan terdekatnya yakni Engel, Marx bahu membahu mengemukakan pendapatnya tentang sastra.

Meskipun begitu upaya yang telah dikembangkan Lenin pada waktu itu tidak sejauh apa yang telah dikemukakan oleh Marx dan Engel. Pada dasarnya sastra apabila dilihat dari kalangan marxis diupayakan untuk lebih memihak kepada kaum pejuang, buruh yang teralienasi kaum borjuis. Sejalan dengan pemikiran yang digagas oleh Marx dan Engel – terlebih dalam karya Manifesto communis – yang berkaitan dengan keadaan sosial, filsafat dan sastra sebagai landasan terbentuknya keadaan.

Kapitalisme sejak dahulu sampai sekarang menjadi basis utama bagaimana kemunculan-kemunculan pemikir bermadzhab marxis terus lahir. Sebenarnya sederhana saja bagi kalangan marxis untuk berbicara bagaimanakah seharusnya sastra itu. Sastra itu adalah bagian dari perjuangan. Sastra seharusnya menjadi mediasi penting yang bisa dipakai oleh kaum buruh untuk melawan hegemoni kaum borjuis. Sastra itu seharusnya menjadi alat perlawanan yang bisa membangkitkan suatu revolusi. Sastra itu adalah berguna untuk kehidupan manusia.

Mengingat bahwa pertentangan kelas dalam kehidupan sosial itu terasa abadi maka hal itu pula adalah basis utama apa yang ingin dihabisi oleh Marxisme sepanjang masa. Maka suatu karya sastra setidaknya menampilkan suatu keadaan diantara kedua tersebut. Dan benarlah pendapat (Robbins, 1999; Hall, 2001a) yang menyatakan bahwa pada marxisme, konfliknya harus konflik kelas, atau yang dapat dikategorikan sebagai kelas sosial, yang berembrio pada konflik abadi golongan proletar vs. borjuis.

Pertentangan macam tersebut hanya menyambut suatu rasa kekecewaan yang terus mendalam. Sastra yang hakikatnya lahir dari sebab reksa manusia seharusnya mampu menjadi suatu media sindir yang ampuh. Yang barangkali bisa juga membuat suatu tonggak penting perlawanan akibat alienasi kaum kapitalis. Oleh karena itu peran sastrawan itu seharusnya lebih memihak kepada para mereka pejuang yang memperjuangkan hak-haknya.

Maka seorang sastrawan setidaknya harus tahu betul bagaimana kondisi yang terjadi di dalam kehidupan sosial yang tengah terjadi didalam kehidupan masyarakat. Sebuah novel tidak hanya mencerminkan ‘realitas’ tetapi lebih dari itu memberikan kepada kita “sebuah refleksi realitas yang lebih besar, lebih lengkap, lebih hidup, dan lebih dinamik” yang mungkin melampaui pemahaman umum. Sebuah karya sastra tidak hanya mencerminkan fenomena idividual secara tertutup melainkan lebih merupakan sebuah ‘proses yang hidup’. Sastra tidak mencerminkan realitas sebagai semacam fotografi, melainkan lebih sebagai suatu bentuk khusus yang mencerminkan realitas. Dengan demikian, sastra dapat mencerminkan realitas secara jujur dan objektif dan dapat juga mencerminkan kesan realitas subjektif (Selden, 1991:27).

Kritik sastra Marxis dibentuk oleh peristiwa sastra dasi suatu masa yang dikenal Stalinisme. Hal tersebut memuncak pada 1934 lewat kongres pengarang Soviet yang mengadopsi realisme sosialis Stalin dan Gorky yang megngajarkan bahwa tugas engarang adalah menyajikan gambaran realitas yang jujur dan historis konkret dalam perkembangannya yang revolusioner, serta mengulas “ problem transformasi ideologis dan pendidikan bagi para buruh dalam semangat sosialisme.” Kesusastraan haruslah melayabi partai (partai minded) oportunistik dan heroik, harus mengandung romantisme revolusioner.. Sedangkan  Lenin menyerukan kesusastraan haruslah memiliki keberpihakan kelas, menjadi roda penggerak dan sekrup dari mesin sosial yang demokratis. Hal tersebut karena netralis

dalam tulisan adalah sesuatu yang tidak mungkin (Eagleton: 2002)

 

 

2.4 Contoh Aliran Marxisme Dalam Karya Sastra 

 

Robin Hood, the unforgettable legend of Englad, merupakan salah satu bentuk karya sastra Barat yang kental dengan pengaruh aliraan marxisme.

Kisah didalam Robin Hood bisa diidentifikasi dengan menggunakan teori Marxist oleh karena apa yang disematkan Karl Marx sedikit mempunyai kesamaan dengan apa yang dilakukan oleh Robin Hood. From each according to his ability, to each according to his need or needs (Karl Marx). Robin Hood dalam isi legenda mencuri harta/barang-barang yang selalu dibawa oleh pemerintah ketika begerombol dihutan-hutan dan memberikan hasilnya tersebut kepada orang yang membutuhkannya.

Apa yang melatarbelakangi tokoh Robin Hood? Terdapat beberapa alasan penting kenapa Robin Hood berbuat demikian?” Adakah suatu implikasi/dampak sosial dari adanya karya tersebut? Adalah tugas dari seorang kita menerawang jauh ke masa lalu, kembali kepada sejarah yang telah lewat. Mencoba meretas kembali beberapa untaian perjalanan hidup manusia didalam ruang dan waktu. Yang paling jelas dan paling semua orang tahu dari cerita Robin Hood ini adalah kondisi Ekonomi dan politik pada waktu itu yang tidak lebih memihak kepada rakyat jelata – sebagai rakyatnya – dibandingkan kepada kaum yang berada. Pertentangan – antara kelas sosial – yang demikian tersebut adalah suatu hal klasik namun abadi dalam sebuah kehidupan kehendak bersatu. Oleh karena itu ketika berbicara mengenai Marxist, sesuatu yang tak boleh dielakan adalah pertentangan kelas sosial!! Karena inilah yang selalu menjadi persoalan penting dari pandangan orang-orang yang mempunyai dasar pemikiran Marxist.

Selain Robin Hood, karya sastra barat lainnya yang terpengaruh aliran Marxisme salah satunya adalah Oliver Twist. Sedangkan untuk karya satra dalam negeri yang terpengaruh aliran Marxisme adalah Siti Nurbaya karya Marah Roesli, Tenggelamnya kapal Van Der Wijk karya, Gadis pantai Karya Pramoedya Ananta Toer, dan masih banyak karya sastra lainnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Anwar, C.M. 2007. Sejarah Intelektual tentang Lahirnya Konsep Marxisme  diunduh tanggal

26 Oktober 2014 di http ://andreyarsboim.blogspot.com/p/sosialisasi-masy.html

 

Eagleton,T. 2002. Marxisme dan Kritik Sastra. Desantara: Jakarta

 

Elster, J. 1986. An Introduction to Karl Marx. Cambridge University Press : Cambridge

diunduh pada tanggal 23 Oktober 2014 di http://dx.doi.org/10.1017/CBO9781139163620

 

Spague, T. 2011. Mengenal Dasar-Dasar Filsafat marxisme. Diuunduh tanggal 25 Oktober

2014 di http://militanindonesia.org/teori/sosialisme/8186-mengenal-dasar-dasar-filsafat-marxisme-bagian-i-dialektika-materialisme.htm

 

Zaakiaydia.2013. Kritik Sastra Marxisme diunduh tanggal 24 Oktober 2014 di

http://zakiiaydia.com/kritik-sastra-marxisme

 

Yazid, F. 2013.Pengertian marxisme. Diunduh tanggal 24 Oktober 2014 d

di http://yazidfahmi25.weblog.esaunggul.ac.id/2013/05/24/pengertian-marxisme


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *